Mau Nikah Adat Ala Kahiyang dan Bobby, Ini Biaya yang Dibutuhkan



Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menggelar acara pernikahan putrinya, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution. Pernikahan yang digelar di Solo, Jawa Tengah itu menarik perhatian masyarakat.

Pernikahan putri orang nomor 1 di Indonesia itu digelar dengan konsep tradisional, mulai dari prosesi kirab, siraman, midodareni, akad nikah hingga resepsi. Lalu berapa kira-kira dana yang dibutuhkan?

General Manager BRP Ballroom, Sagaf Basry mengatakan, untuk menggelar pernikahan dengan konsep tradisional biasanya diperlukan biaya tambahan untuk menyewa jasa vendor penyedia prosesi pernikahan tradisional.

"Kalau pakai adat itu biasanya perlu jasa vendor juga. Sangat jarang wedding planner yang tidak bekerja sama dengan vendor. Apalagi itu proses adatnya sangat detail. Banyak memang vendor yang khusus adat Jawa misalnya, sampai ada Nias juga ada," tuturnya kepada detikFinance, Selasa (7/11/2017).

Sagaf mengatakan, untuk harga vendor adat bervariasi tergantung panjangnya prosesi adat. Rentang harganya dari mulai Rp 10 juta untuk yang standar hingga Rp 100 juta untuk prosesi lengkap.

"Itu lengkap menyediakan peralatan hingga prosesi. Biaya itu untuk vendornya saja," terangnya.

Sang pengantin tentu harus mengeluarkan lagi biaya untuk paket wedding planner. BRP Ballroom sendiri menyediakan paket pernikahan dengan kisaran harga Rp 165 juta sampai dengan Rp 300 jutaan. Harga tersebut sudah termasuk katering

"Itu tergantung jumlah undangannya. Karena komponen terbesar itu katering. Kita juga akan mendampingi mulai dari perencanaan sampai hari H," imbuhnya.

Biaya tersebut tentu belum termasuk uang untuk seserahan, emas kawin, souvenir, undangan, sewa gedung dan kebutuhan pernikahan lainnya.

Mulai ditinggalkan milenial

Di sisi lain, menurut Sagaf, pernikahan ala tradisional mulai berkurang peminatnya. Seiring berganti generasi, pernikahan ala internasional yang semakin diminati.

"Anak-anak milenial sekarang enggak terlalu suka formal. Karena mungkin tradisinya enggak terlalu lekat juga sekarang. Meskipun dari orangtuanya masih mau menjalani tradisi," terang Sagaf.

Sagaf menjelaskan, dulu sekitar tahun 90-an sampai 2000 awal porsi peminat untuk pernikahan ala tradisional di BRP Ballroom mencapai 75%, sisanya internasional. Sementara untuk saat ini mulai imbang yakni 50%-50%.

"Dulu banyak peminatnya, jadi ya ada sedikit berkurang atau bergeser," tambahnya.

Menurut Sagaf ada dua penyebab mengapa minat pernikahan tradisional mulai berkurang selain lunturnya penerapan tradisi. Pertama panjangnya rentetan prosesi pernikahan tradisional, sehingga dianggap tidak efisien.

"Kalau kami tanya pengantinnya memang karena ribetnya. Ada pengaruh terkait prosesnya, sementara mereka sekarang sudah tidak terlalu terikat dengan tradisi," imbuhnya.

0 komentar:

Posting Komentar